Jam-Jam "Terlarang" Jemaah Haji Indonesia Melontar Jumrah

Sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Arab Saudi, sebagaimana yang telah disosialisasikan pula oleh pihak Muassasah Asia Tenggara, bahwa mengingat pertimbangan-pertimbangan keamanan atau keselamatan, ada jam-jam “terlarang” bagi jemaah haji Indonesia untuk melontar jumrah. Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekah, Arsyad Hidayat menegaskan, jadwal lontar jumrah sudah disampaikan kepada semua Ketua Kloter. Selanjutnya, Ketua Kloter harus memastikan bahwa semua jemaah sudah terpapar informasi krusial ini. Jam-jam “terlarang” bagi jemaah haji Indonesia untuk melontar jumrah adalah sebagai berikut:
  • Tanggal 10 Dzulhijjah, jemaah haji Indonesia dilarang melontar jumrah pada pukul 06.00 sampai 10.30 WAS (Waktu Arab Saudi). Tanggal 10 Dzulhijjah tersebut adalah waktu untuk melontar satu jumrah saja, yaitu Jumratul Aqabah. Tidak ada ritual lontar untuk dua jumrah lainnya, yaitu Jumratul Ula dan Jumratul Wustha. Dengan peringatan tersebut, maka yang paling aman untuk melontar jumrah bagi jemaah haji Indonesia pada Hari Nahr tersebut adalah setelah Dhuhur.
  • Tanggal 11 Dzulhijjah, jemaah haji Indonesia dilarang melontar jumrah pada pukul 14.00 sampai 18.00 WAS. Dengan sendirinya, ritual lontar jumrah ( Ula, Wustha, Aqabah) bagi jemaah haji Indonesia pada Hari Tasyrik pertama ini dilakukan sebelum jam 14.00 waktu setempat. Umumnya, usai shalat subuh pada tanggal 11 Dzulhijjah, jemaah haji Indonesia sudah bergerak menuju Jamarat, sehingga sebelum jam 14.00 WAS sudah berada kembali di Kemah Mina.
  • Tanggal 12 Dzulhijjah, para jemaah dilarang melontar jumrah pada pukul 10.30 sampai pukul 14.00 WAS. Untuk jemaah yang mengambil Nafar Awal, maka tanggal 12 Dzulhijjah itu adalah hari terakhir untuk melakukan ritual melontar ketiga jumrah. Hari Tasyrik kedua ini jemaah haji Indonesia pada umumnya melakukan ritual lontar jumrah pada pagi hari. (Pengertian Nafar bisa dibaca di tautan ini: Definisi Nafar)

Baca juga:
Melontar 3 Tuhan Palsu Kehidupan


Bagi jemaah haji Indonesia yang tidak mengambil Nafar Awal, tetapi memilih untuk mengambil Nafar Tsani alias Nafar Akhir, maka tidak ada jam-jam “terlarang” untuk melontar jumrah pada tanggal 13 Dzulhijjah, sebab kondisi Jamarat pada Hari Tasyrik ketiga itu memang sudah relatif sepi.

Notifikasi Zona Jamarat

Salah satu terobosan baru yang mulai diterapkan pada musim haji Tahun 2016 ini adalah, tersedianya lampu notifikasi kondisi jamarat yang dipasang di tenda-tenda Mina. Lampu notifikasi tersebut mirip dengan lampu traffic light. Lampu tersebut menggambarkan kondisi jamarat secara realtime. Jika lampu hijau menyala, jemaah diperbolehkan untuk melontar jumrah. Apabila lampu merah yang menyala, jemaah dilarang untuk melontar jumrah. Sementara, jika lampu warna kuning menyala, area melontar jumrah masih relatif padat.

Di atas segalanya, secara personal saya meyakini bahwa dalam kerangka mengupayakan keamanan atau keselamatan dalam berbagai hal, ada tiga kekuatan yang harus kita aktifkan, yakni: kekuatan ikhtiar, kekuatan doa, dan kekuatan tawakkal. Allah bersama orang-orang yang berbuat baik. DIA dan hanya DIA sebaik-baik Pelindung dan Penolong. Hasbunallah wani'mal wakiil, ni'mal maula wa ni'man nashiir.

Post a Comment for "Jam-Jam "Terlarang" Jemaah Haji Indonesia Melontar Jumrah"