Mantap, Bekasi Syaratkan Penerima Bantuan Iuran JKN Bukan Perokok


Dengan bukti-bukti nyata yang semakin menumpuk tentang dampak buruk kebiasaan merokok bagi kesehatan, ditambah lagi dengan fakta pembiayaan penyakit akibat rokok yang semakin melambung, Pemerintah Kabupaten Bekasi menerapkan syarat tambahan bagi calon peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan. Syarat tambahan dimaksud adalah "tidak boleh ada satupun anggota keluarga yang berstatus perokok aktif".

Seperti diketahui, Peserta BPJS Kesehatan, atau Peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), yang didaftarkan oleh pemerintah kabupaten/kota, dan preminya dibayar pula oleh pemerintah kabupaten/kota tersebut, dikenal dengan istilah Peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Istilah tersebut (Peserta PBI APBD) digunakan untuk membedakannya dengan sebutan Peserta PBI APBN yang pembiayaan preminya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Terkait syarat tambahan di atas, Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, dr. Irfan Maulana mengatakan, rokok sangat sangat berbahaya bagi kesehatan, meski penerimaan cukai rokok yang didapatkan pemerintah daerah besar, tetapi itu tidak bisa mengatasi akumulasi bahaya penyakit akibat rokok.


Ia mencontohkan, ketika perokok menderita PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) atau PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) misalnya, maka biaya pengobatannya sangat mahal, sehari di ruang ICU menghabiskan biaya yang sangat besar.

Langkah Pemerintah Kabupaten Bekasi di atas sejalan dengan rancangan konsep dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang mensyaratkan penerima bantuan sosial tidak boleh merokok. Dan, sejumlah daerah tampaknya sudah mulai memantapkan penerapan syarat tidak merokok ini dalam menyeleksi calon-calon peserta penerima bantuan dari pemerintah.


Propinsi Gorontalo misalnya, saat ini sudah menerapkan syarat tambahan bukan perokok bagi penerima Bantuan Sosial (Bansos) di wilayahnya. Karena itu, syarat mendapatkan Bansos tidak lagi semata-mata karena keluarga tergolong miskin, tetapi selain itu juga harus memenuhi syarat bukan perokok. Gubernur Gorontalo Rusli Habibie mengingatkan, rokok merupakan salah satu penyumbang kemiskinan terbesar kedua di Propinsi Gorontalo. Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS), 15,47% kemiskinan di wilayah pedesaan di Gorontalo disumbangkan oleh rokok.


Kalau dia miskin tapi perokok, itu bukan miskin namanya. Bagaimana dia dibilang miskin sementara uangnya dibakar-bakar?” tegas Gubernur Rusli Habibie.

Prihatin dengan dampak buruk rokok yang semakin nyata, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan kepada Kementerian Sosial RI agar menonaktifkan peserta PBI yang berstatus perokok aktif.

"Kalau dia merokok satu hari sebesar Rp 20 ribu, dikali 30 hari, itu sudah Rp 600 ribu, artinya dia tidak cukup layak menjadi PBI karena sebenarnya dia orang mampu atau orang yang sengaja menyakiti dirinya sendiri", tegas Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi.

Dituturkan Tulus, menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) dan survey ekonomi sosial nasional, setiap tahunnya rumah tangga miskin pendapatannya habis untuk merokok. Pertama, pendapatan dialokasikan sebesar 19 persen untuk membeli beras atau kebutuhan pangan. Alokasi pendapatan yang kedua yakni untuk merokok sebesar 12,4 persen. "Inilah yang memicu kemiskinan mereka. Padahal dia sebenarnya tidak miskin, tapi dia mampu membeli sesuatu yang memiskinkan dia", tandasnya.

Post a Comment for "Mantap, Bekasi Syaratkan Penerima Bantuan Iuran JKN Bukan Perokok"