Menyempurnakan Separuh Agama dengan Cara Tak Terduga (Segmen Dua)



Marbot:   Mentaati perintah orang tua adalah bagian dari birrul walidain. Dalam kasus yang kau sebutkan tadi, si ibu pasti sudah memikirkan permintaannya matang-matang. Insya Allah, anak yang menuruti permintaan tersebut bukan termasuk anak durhaka. Mmm, apakah ni juga bagian dari masalahmu, Faqih?
Faqih:       Saya hanya ingin bertanya kok, Pak (tersenyum)
Marbot:   Ya sudah, bersiaplah untuk kuliahmu. Jangan dibuat pusing oleh hal-hal lain. Bapak ke belakang dulu, ya (menepuk pundak Faqih sekali, lalu beranjak pergi)
Faqih:      (terseyum mengiakan) Iya. Terima kasih banyak, ya, Pak.(Menghela nafas) Hasbunallah wa ni’mal wakiil. Bismillahirrahmanirrahim..

Faqih pun menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa. Pagi sampai siang ke kampus, dan pulang ke masjid. Begitu terus, tanpa diketahui teman-temannya. Hingga suatu hari, salah seorang kawan diskusinya meminta Faqih menjadi tuan rumah.

Adegan 2
(Adib dan faqih berjalan beriringan, lalu berhenti di depan Masjid)
Adib:      (melihat-lihat ke sekeliling) Kenapa kita ke masjid, Faqih?
Faqih:     Aku tinggal di masjid ini.
Adib:      (kaget) lho, kamu... Nggak punya rumah atau seenggaknya ngekos, gitu?
Faqih:     (tersenyum) Itulah sebabnya aku selalu menolak menjadi tuan rumah setiap ada pekerjaan kelompok. Ya sudah, mari duduk.
(Mereka duduk di emperan masjid lalu mengeluarkan buku-buku dari dalam tas)
Adib:       Kita dapat bagian bab apa, Faqih? (Adib membuka buku Fiqh Sunnah)
Faqih:      Untuk yang sekarang, kita dapat Bab 2.
Adib:      Kamu sudah baca? Oh, belum dapat bukunya, ya?  Ya sudah, pakai saja bukuku. Aku sudah sering membaca bab itu. (menyerahkan buku Fiqh Sunnah miliknya)
Faqih:      Oke, makasih.

(Faqih mulai membaca, dan Adib membaca buku lain) (Jelang beberapa saat, datang serombongan anak-anak memasuki masjid)

Anak-anak:  Assalamu’alaikum  (berteriak kompak) (Segera masuk masjid, dan duduk)
Anak 1:         Lho, ustazahnya mana?
Anak-anak: (Bersahut-sahutan) Iya, Kak Kaysa  mana? Kak Kaysabelum datang? (celingak-celinguk)
Anak2:          Ya udah, kita nyanyi dulu, aja yuk..
Anak-anak:  Yuk (mulai bernyanyi)
(Beberapa detik kemudian, Kaysa masuk dari pintu depan, melewati Faqih dan Adib)
Kaysa:          Assalamu’alaikum adik-adik (menyapa ceria)
Anak-anak: (Menghentikan nyanyian) Wa’alaikum salam.. Wah, Kak Kaysa.. (bangkit dan menyalami kaysa)
Kaysa:        Maafin Kakak Terlambat, ya.. (duduk di antara anak-anak) Kita mulai sekarang yuk. Bismillahirrahmanirrahim (diikuti oleh anak-anak) Ayo siapa dulu yang mau ngaji?
Anak-anak:  (membuat antrian, sedikit heboh)

(Faqih masih tenang bersama kitab yang dibacanya) (Adib selama beberapa saat masih menatap ke arah kaysa dan anak-anak TPA)

Adib:             (Mencolek Faqih) Dib kayaknya aku tahu dia siapa. Eh, kamu kenal itu siapa?
Faqih:         (Melirik sedikit ke arah Anak-anak TPA, lalu kembali membaca) Oh, itu anak-anak TPA.Beberapa kali dalam seminggu, memang ada pengajian anak-anak di masjid ini.
Adib:             Ck, maksudku pengajarnya. Kamu kenal kan dia siapa?
Faqih:            (Mengangkat bahu) Mm, kurang tahu, ya.
Adib:            Aduh (menepuk jidat) Kamu nggak kenal Kaysa Muzayyana? Itu lho mahasiswi Tafsir Hadits yang langganan jadi Mahasiswi Teladan. Kok dia bisa ngajar di sini, sih?
Faqih:            Oh, sekampus sama kita, ya?
Adib:          Mustahil kamu nggak kenal dan nggak pernah ngobrol. Nanya  kek rumahnya di mana,sejak kapan ngajar di sini.
Faqih:            (Tersenyum, terkekeh kecil) Buat apa, dib. (Menutup kitab) Nih, aku udah selesai. Yuk mulai susun presentasi.
(Murid terakhir selesai membaca Al Qur’an)
Kaysa:          Sore ini, sampai sini dulu, ya. Makasih udah dateng semuanya. Yuk kita tutup dengan do’a kafaratul majlis
Anak-anak:  (Membaca doa kafaratul majlis) (menyalami kaysa dan pulang)
Kaysa:        (Membereskan buku-bukunya, dan melangkah keluar masjid melalui pintu yang tadi dimasukinya)
Adib:             (Ketika Kaysa sedang memakai sandalnya) Assalamu’alaikum..
Kaysa :         (Mengangguk hormat) Wa’alaikumsalam (Tanpa melirik sedikitpun) Saya permisi dulu (berlalu pergi)

(Baca kelanjutan ceritanya: Menyempurnakan Separuh Agama dengan Cara Tak Terduga - Segmen Tiga)

Post a Comment for "Menyempurnakan Separuh Agama dengan Cara Tak Terduga (Segmen Dua)"