Sebuah refleksi akhlak dan teknologi dalam timbangan Islam
Di era ledakan digital dan kecerdasan buatan (AI), kita menyaksikan perubahan drastis dalam cara manusia bekerja, belajar, dan berinteraksi. Namun, di tengah euforia teknologi, muncul sebuah statement yang cukup menggugah:
“AI tidak membuat orang makin cerdas, tapi makin culas.”
Pernyataan di atas bukan sekadar sindiran. Pernyataan tersebut sejatinya adalah kritik sosial yang menohok, dan jika dilihat dalam perspektif Islam, ini adalah momentum panggilan untuk muhasabah: sejauh mana teknologi mendekatkan atau menjauhkan kita dari nilai-nilai tauhid, amanah, dan akhlakul karimah?
Kecanggihan yang Menjadi Ujian Akhlak
Islam mengajarkan bahwa segala kemudahan dan kemampuan adalah ujian, bukan semata-mata karunia. Kecanggihan teknologi seperti AI dapat menjadi alat kebaikan, tapi juga bisa menjadi jalan kezaliman jika disalahgunakan.
﴿إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَـٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا﴾
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban." (QS. Al-Isra’: 36)
AI Tidak Menciptakan Niat, Ia Memperbesar Dampaknya
Adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan, bahwa AI tidak memiliki kehendak. Ia tidak tahu mana halal dan haram. Namun manusia diberi akal dan hati nurani untuk menimbang dan memilih.
«إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى»
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Jika AI digunakan untuk mempercepat kemaslahatan umat, maka itu menjadi ladang pahala. Namun jika niatnya culas, maka ia mempercepat jalan dosa.
Teknologi: Amanah yang Akan Dihisab
Dalam Islam, setiap potensi dan alat adalah amanah. Termasuk AI. Maka penggunaannya harus tunduk pada prinsip mas’uliyyah (tanggung jawab) dan sidq (kejujuran).
﴿وَقِفُوهُمْ إِنَّهُم مَّسْئُولُونَ﴾
“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian), sesungguhnya mereka akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban).” (QS. Ash-Shaffat: 24)
Teknologinya tidak salah. Tapi manusialah yang akan ditanya: untuk apa dan bagaimana ia menggunakannya?
Menghindari Culas, Menjadi Cerdas secara Ruhani
Islam tidak pernah menolak ilmu pengetahuan. Bahkan ayat pertama Al-Qur’an adalah seruan untuk belajar:
﴿اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴾
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1)
Kecerdasan dalam Islam bukan hanya intelektual, tetapi juga kepekaan hati dan ketakwaan.
«أَكْيَسُ النَّاسِ أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَٰئِكَ هُمُ الْأَكْيَاسُ»
“Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk kehidupan sesudahnya.” (HR. Ibnu Majah)
Jadikan AI Sebagai Amal, Bukan Alasan
AI akan terus berkembang. Akan semakin canggih dan responsif. Tapi satu hal yang tidak berubah adalah: Manusia tetap akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya.
Jangan jadikan AI sebagai alasan untuk meninggalkan amanah belajar dan berpikir jujur. Sebaliknya, gunakan AI sebagai wasilah (perantara) untuk amal shalih.
- Memperluas ilmu demi manfaat umat
- Meningkatkan pelayanan untuk sesama
- Membuka ruang kreativitas dan dakwah yang bernilai
Pada akhirnya, AI hanya secerdas dan sebersih jiwa yang menggunakannya. Maka pastikan hati kita lebih jernih dari mesin, dan amal kita lebih nyata dari algoritma. Wallahua'lam bish-shoowab.
Post a Comment for "AI: Makin Cerdas atau Makin Culas?"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.