Di tengah riuhnya dunia menyaksikan rudal Iran menembus pertahanan udara Israel, muncullah suara-suara sinis yang menyatakan:
"Iran menyerang Israel bukan karena membela Palestina, tapi murni karena membalas dendam."
Sepintas, pernyataan ini tampak logis. Namun jika dikaji lebih dalam secara historis, geopolitik, dan ideologis, pendapat tersebut terlalu menyederhanakan realitas dan bahkan bisa menyesatkan pemahaman publik tentang peta perlawanan terhadap Israel.
Memang benar bahwa serangan balik militer Iran beberapa hari lalu merupakan respons langsung atas serangan Israel terhadap tanah Persia itu, yang menewaskan para pejabat tinggi Garda Revolusi. Dari sudut pandang hukum internasional dan prinsip kedaulatan, Iran berhak membalas serangan itu.
Namun, apakah itu berarti bahwa tindakan Iran tidak berkaitan sama sekali dengan Palestina?
Sejarah Membuktikan: Palestina Selalu Ada dalam Agenda Iran
Sejak revolusi Islam 1979, Iran telah secara tegas menjadikan pembebasan Palestina dan perlawanan terhadap Zionisme sebagai salah satu prinsip ideologis utama negaranya. Ini bukan retorika kosong. Buktinya:
- Iran tidak pernah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
- Iran menyelenggarakan Hari Quds Internasional setiap tahun.
- Iran memberikan dukungan militer dan logistik kepada Hamas, Jihad Islam, dan Hizbullah.
- Iran menentang normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel.
Palestina bukan isu tambahan bagi Iran. Ia adalah inti dari narasi politik dan identitas perjuangannya.
Ideologi dan Strategi: Bukan Dendam Buta
Jika benar Iran hanya membalas karena "dendam", maka:
- Serangan bisa dilakukan secara tertutup atau melalui proksi
- Tidak perlu dilakukan secara terang-terangan
- Tidak perlu menyuarakan dukungan terhadap Palestina pasca-serangan
Tapi kenyataannya, Iran menggabungkan aksi militer dengan narasi solidaritas Palestina. Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, bahkan menyebut bahwa "Palestina adalah jantung dunia Islam".
Dunia Islam: Saatnya Mengakui Siapa yang Konsisten
Beberapa negara dengan kekuatan militer dan ekonomi besar — mayoritasnya dari dunia Sunni — memilih:
- Bermitra secara ekonomi dengan Israel
- Membuka hubungan diplomatik bahkan di Yerusalem
- Menekan suara-suara pembela Palestina di dalam negerinya
Sementara Iran, meski berbeda mazhab, terus berdiri di garis api, mengangkat isu Palestina bukan hanya dalam doa, tapi dalam kebijakan luar negeri dan aksi nyata.
Kita tidak harus sepakat dengan semua kebijakan Iran. Kita boleh mengkritik pendekatannya atau menolak aspek tertentu dari sistem politiknya. Tapi menyangkal komitmen Iran terhadap Palestina adalah ketidakjujuran intelektual.
“Iran membalas karena diserang, tapi tidak pernah melupakan siapa yang tertindas.”
“Palestina adalah luka bersama, dan Iran memilih untuk berdarah bersamanya.”
Yang Kita Butuhkan Adalah Keberanian, Bukan Sekadar Argumen
Palestina tidak butuh debat sektarian. Ia butuh solidaritas yang nyata.
Jika dunia Islam hanya bisa bersuara saat aman dan nyaman, maka Iran, dengan segala keterbatasannya, menunjukkan bahwa harga dari keberpihakan memang tidak murah, tapi sangat mulia.
“Yang berdiri untuk Palestina tidak selalu yang paling benar. Tapi yang membisu saat Palestina diserang — sudah pasti salah.”
– [La Ode Ahmad]
Post a Comment for "Palestina Terluka, Dunia Diam, Tapi Iran Menjawab"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.