BPJS dan 8 Resolusi Pemantik Revolusi Pelayanan Kesehatan


Salah satu dokumen wajib yang disiapkan oleh BPJS Kesehatan (Cabang Karawang) untuk ditandatangani oleh seluruh FKTP/Puskesmas setempat terkait penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional yang efektif dan efisien adalah pernyataan komitmen dengan 8 (delapan) klausul penting yang beberapa diantaranya berpotensi kuat menjadi titik krusial di level PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan) tingkat pertama. Ke-8 klausul itu adalah sebagai berikut:

  1. Bersedia mengikuti ketentuan pelayanan sesuai dengan peraturan BPJS Kesehatan, yakni pelayanan berjenjang dan pemberian resep obat sesuai indikasi medis tanpa ada iur biaya,
  2. Bersedia melakukan pelayanan promotif dan preventif terutama Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) dan PRB (Program Rujuk Balik) kepada peserta,
  3. Bersedia menjalankan aplikasi P-Care untuk sistem pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan BPJS Kesehatan,
  4. Bersedia untuk menyediakan dokter pengganti apabila Dokter berhalangan praktek, dan memberikan informasi tersebut ke BPJS Kesehatan baik secara lisan maupun tertulis,
  5. Bersedia memberikan pelayanan persalinan, kebidanan dan neonatal sesuai dengan paket pelayanan yang diatur dalam Permenkes 69 Tahun 2014, khususnya pelayanan ANC, baik sesuai paket pelayanan yang bisa ditagihkan maupun pelayanan ANC yang kurang atau lebih dari paket pelayanan, tetap dapat dilayani tanpa ada iur biaya,
  6. Bersedia melakukan penggantian biaya di FKRTL apabila merujuk peserta ke FKRTL tersebut dengan diagnosa yang seharusnya tuntas di FKTP,
  7. Bersedia untuk dilakukan peninjauan kembali kerjasama dengan BPJS Kesehatan apabila masih terdapat rujukan kasus non spesialistik yang seharusnya tuntas di FKTP,
  8. Bersedia mengendalikan angka rujukan rata-rata tidak melebihi 15% perbulan, tanpa mengurangi hak peserta untuk mendapatkan rujukan (berdasarkan indikasi medis) ke PPK tingkat lanjutan.

Dalam beberapa kesempatan diskusi informal, saya katakan bahwa delapan klausul di atas bisa saya sebut sebagai 8 resolusi yang sesungguhnya berpotensi menjadi pemantik api semangat revolusi pelayanan kesehatan dalam perspektif yang positif, sepanjang seluruh stakeholder terkait bergerak sinergis dalam ruh perbaikan sistem yang bermutu.

Rumusan resolusi di atas, saya melihatnya sebagai pemikiran yang dibangun di tataran idealita. Ini memang tidak salah, tetapi idealita yang masih banyak tampil kontras dengan realita adalah sebuah persoalan tersendiri yang membutuhkan pendekatan-pendekatan realistis untuk menghasilkan solusi yang diharapkan bersama.

Saya ambil contoh resolusi yang ke-6, bahwa FKTP “harus” melakukan penggantian biaya di FKRTL apabila merujuk peserta dengan diagnosa yang seharusnya tuntas di level FKTP. Tidakkah BPJS mendengar kasus permintaan rujukan di FKTP untuk diagnosis yang sebenarnya masih dalam wilayah kompetensi FKTP tetapi rujukan itu diminta dengan penuh tekanan dan bahkan ancaman? Tidakkah BPJS mendengar bahwa kaca-kaca jendela dan atau pintu puskesmas terkadang menjadi sasaran pelampiasan emosi atas permintaan rujukan tanpa indikasi medis? Tidakkah BPJS merasa memiliki tanggungjawab moral yang besar dalam melaksanakan sosialisasi yang masif dan berkualitas tentang tata laksana pelayanan kesehatan di era JKN kepada para pesertanya? Tidakkah BPJS merasa bahwa semangat mengeluarkan regulasi selama ini tidak sebanding dengan semangat untuk mensosialisasikannya secara adekuat kepada sasaran agar tidak multitafsir di lapangan? Tidakkah BPJS merasa bahwa selama ini masih sangat kurang melaksanakan kegiatan sosialisasi?

Di lain pihak, saya juga ingin mengetuk relung-relung kesadaran kawan-kawan di FKTP. Tidakkah kita melihat bahwa upaya promotif dan preventif dalam pelayanan kesehatan menjadi urat nandi utama dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional? Tidakkah kita melihat bahwa upaya promotif preventif itu ada di domain UKM (upaya kesehatan masyarakat) maupun di domain UKP (upaya kesehatan perorangan)? Tidakkah kita melihat bahwa sumber pembiayaan UKM di puskesmas lebih dititik beratkan dari dana BOK (bantuan operasional kesehatan), sementara pembiayaan UKP lebih condong bersumber dari dana kapitasi? Tidakkah kita melihat bahwa trend peningkatan signifikan pada BOK menjadi pertanda positif bagi realisasi UKM yang berkualitas? Tidakkah kita melihat bahwa trend peningkatan signifikan dana BOK terjadi bersamaan dengan trend “penurunan relatif” pembiayaan kapitasi? Tidakkah kita melihat trend tersebut sebagai isyarat perubahan haluan kerja pelayanan kesehatan di lini primer (gate keeper) yang memang harus mengakar kuat pada UKM, tanpa melupakan UKP?

Tidak adil kalau saya tidak mengetuk pintu hati saya sendiri dan teman-teman di Dinas Kesehatan maupun yang di level pengambil kebijakan strategis lainnya. Tidakkah kita melihat bahwa semua pertanyaan retoris di atas merupakan pintu masuk menuju revolusi pelayanan kesehatan yang berkualitas? Tidakkah kita melihat bahwa gerakan menuju revolusi pelayanan kesehatan itu harus dikawal dengan regulasi yang kuat, sekuat struktur SDM yang diharapkan, dan bahkan sekuat semangat komitmen imlementasinya? Tidakkah kita melihat bahwa semua peluang kebaikan ini akan menjadi batu ujian yang paling menentukan: apakah kita benar-benar serius menyelenggarakan pembangunan kesehatan, ataukah kita hanya berbasa-basi? Wallahua’lam.

Catatan khusus:
Bagi kawan-kawan FKTP/Puskesmas di wilayah Karawang yang ikut membaca tulisan ini, saya ingatkan lagi, berkas persiapan administrasi rekredensialing agar segera diisi dan dikumpulkan di Seksi Jaminan Kesehatan, selambat-lambatnya Kamis 12 Nopember 2015. Berkas-berkas dimaksud bisa diakses di postingan saya sebelumnya: Inilah Form Dokumen Rekredensialing Puskesmas. Mohon amal sholehnya teman-teman untuk saling memastikan bahwa informasi ini sudah tersebar ke seluruh teman-teman Kepala Puskesmas di Kabupaten Karawang dan siap melaksanakannya. Nuhun pisan atas kerjasamanya.

Post a Comment for "BPJS dan 8 Resolusi Pemantik Revolusi Pelayanan Kesehatan"