![]() |
Hari Arafah, 9 Dzulhijjah. Hari terbaik untuk berdoa. Bahkan dari tempat paling sederhana, langit tetap mendengarkan. |
“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.”
(HR. At-Tirmidzi)
Hari Arafah—tanggal 9 Dzulhijjah—bukan hanya momen penting dalam rukun haji, tetapi juga salah satu hari paling agung dalam kalender spiritual umat Islam. Di Padang Arafah, jutaan jiwa berdiri dalam kebersamaan yang syahdu, mengangkat tangan, meneteskan air mata, menyampaikan segalanya kepada Allah. Tapi keagungan hari ini tidak terbatas pada lembah Arafah semata. Ia meluas, menjangkau seluruh bumi—ke hati siapa pun yang mau membuka dirinya kepada langit.
Keagungan yang Melampaui Batas Geografis
Hadits Nabi ﷺ menyebut:
“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.”
Menariknya, redaksi hadits tersebut tidak mengatakan “doa di Arafah,” tetapi “doa pada hari Arafah.” Ini memberi isyarat halus bahwa kemuliaan hari ini melampaui batas geografis. Ia adalah hari rahmat universal, bukan hanya momentum bagi jemaah haji, tetapi juga bagi umat Islam di seluruh dunia.
Bahkan dalam dimensi fiqih, Rasulullah ﷺ tidak menganjurkan jemaah haji berpuasa di hari Arafah, karena mereka perlu menjaga stamina untuk berwukuf. Namun, justru umat Islam yang tidak berhaji sangat dianjurkan untuk berpuasa pada hari itu.
“Puasa pada hari Arafah menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”
(HR. Muslim)
Apakah ini bukan undangan yang luar biasa? Allah membuka pintu ampunan-Nya bagi siapa saja, di mana saja, asalkan hati hadir dan jiwa merendah di hadapan-Nya.
Hari Doa dan Pengakuan
Di hari Arafah, tidak ada perantara. Tak perlu berada di Padang Arafah untuk merasakan kedahsyatannya. Allah turun ke langit dunia, sebagaimana disebut dalam hadits shahih, dan membanggakan hamba-hamba-Nya di hadapan para malaikat:
“Lihatlah hamba-hamba-Ku. Mereka datang kepada-Ku dengan rambut kusut dan berdebu. Aku persaksikan kepada kalian, wahai para malaikat-Ku, bahwa Aku telah mengampuni mereka.”
(HR. Muslim)
Lalu bagaimana dengan kita yang berada jauh dari tanah suci?
Doa yang keluar dari rumah sederhana, dari mushola kecil di gang sempit, dari hamba yang terluka tapi masih bersujud dengan tulus—doa-doa itu memiliki tempat mulia di sisi-Nya. Bahkan bisa jadi, doa di hari Arafah dari seseorang yang remuk redam tapi ikhlas, lebih didengar daripada sekadar ritual yang tanpa ruh.
Saatnya Kita Menjadi Penduduk Arafah, Meskipun dari Jauh
Hari Arafah adalah tentang kembali kepada Allah, seperti seorang anak kecil yang berlari pulang setelah lama tersesat. Ia adalah momen langka, ketika langit terbuka dan bumi bersujud. Maka jadilah bagian dari penduduk Arafah, meskipun tubuhmu tak sampai ke sana.
- Perbanyak dzikir, terutama kalimat tauhid: “Lā ilāha illallāh, waḥdahū lā syarīka lah...”
- Panjatkan doa-doa terdalam, doa yang tak terucap di hari-hari biasa.
- Bangun lebih awal, sucikan diri, dan bersujud lebih lama.
- Puasalah jika mampu, dan jika tidak, cukupkan dengan istighfar dan kesungguhan.
Arafah adalah Cermin Jiwa
Arafah adalah padang ma’rifah—padang pengenalan. Hari ketika manusia mengenali dirinya sendiri: siapa dia, untuk apa hidupnya, dan ke mana ia menuju. Maka hari Arafah bukan hanya hari wukuf di padang pasir, tapi wukuf di depan cermin jiwa. Menatap segala aib, mengakui kelemahan, lalu mengangkat tangan dengan satu harapan:
“Ya Allah, jangan biarkan aku kembali dari hari ini kecuali dalam keadaan Engkau ridai.”
Hari Arafah adalah anugerah Allah yang tak boleh disia-siakan. Bukan karena kita sedang berhaji, tapi karena kita masih hidup dan diberi kesempatan merasakan cahaya hari itu. Maka jangan lewatkan.
Sebab bisa jadi, doa terbaik dalam hidupmu,
akan lahir bukan di Makkah,
bukan di Masjidil Haram,
melainkan di ruang paling sunyi di rumahmu—
pada hari Arafah, ketika langit terbuka, dan hati berani berkata:
“Aku kembali kepada-Mu, ya Allah... sepenuhnya.”
Post a Comment for "Hari Arafah: Doa Terbaik, Kesempatan Terluas"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.