Akhirnya MA Batalkan 3 Regulasi Kontroversial Direktur BPJS Kesehatan

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materiil yang diajukan Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) terhadap 3 (tiga) Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dalam permohonan uji materiil yang diajukan PDIB, ketiga regulasi dimaksud dinilai bertentangan dengan sejumlah peraturan, antara lain UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ketiga regulasi itu juga dianggap melanggar kode etik kedokteran karena mengintervensi dokter dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, PDIB meminta MA membatalkan ketiga regulasi tersebut, dan akhirnya terkabul.

Regulasi pertama yang dibatalkan oleh MA adalah Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak. Dalam regulasi ini BPJS Kesehatan mengatur syarat visus (ketajaman penglihatan) mata pasien yang bisa dijamin tindakan operasinya. Sebelum ada regulasi tersebut, BPJS Kesehatan menjamin biaya operasi katarak tanpa mempertimbangkan visus mata pasien. Dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018, penjaminan biaya operasi katarak oleh BPJS Kesehatan hanya bisa disetujui dengan syarat visus mata kurang dari 6/18 preoperatif.

Regulasi kedua yang dibatalkan adalah Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat. Dalam regulasi ini BPJS Kesehatan mengatur kriteria penjaminan persalinan, bahwa partus dengan bayi lahir sehat dijamin dalam satu paket persalinan atas nama kepesertaan ibunya. Sementara persalinan dengan bayi terindikasi medis memerlukan perawatan khusus, dijamin tetapi dengan syarat kepesertaan JKN harus atas nama bayi tersebut, bukan satu paket dengan kepesertaan ibu. Artinya, ibu hamil yang bayinya terindikasi akan membutuhkan perawatan khusus pasca persalinan harus mendaftarkan calon bayi menjadi peserta JKN terlebih dahulu agar bisa mendapatkan jaminan dalam pelayanan kesehatan. Sebelum ada regulasi ini, jaminan pembiayaan untuk persalinan bayi dengan indikasi medis dan memerlukan perawatan khusus menjadi satu paket dengan kepesertaan atas nama ibunya.

Regulasi ketiga yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung RI adalah Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Dalam regulasi ini BPJS Kesehatan mengatur pembatasan kunjungan layanan fisioterapis yang dilakukan pasien per bulan. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 membatasi kunjungan untuk rehabilitasi medik menjadi hanya dua kali kunjungan per minggu atau delapan kali per bulan. Sebelum ada regulasi tersebut, tidak ada pembatasan pemanfaatan pelayanan fisioterapis sebab faktanya setiap pasien membutuhkan perawatan yang berbeda-beda tergantung kondisi kesehatannya. Kebutuhan pelayanan rehabilitasi medik setiap orang berbeda-beda, karena gangguan motorik yang mendasarinya juga bervariasi antar pasien.

Menyusul pembatalan 3 regulasi di atas  oleh Mahkamah Agung, maka  selanjutnya BPJS Kesehatan harus mencabut regulasi tersebut, sambil berusaha mengambil pelajaran berharga dari kasus ini. Tidak elok kalau regulasi dibuat hanya untuk dibatalkan dan dicabut. Belum juga seumur jagung regulasi itu ditetapkan, sudah harus dibatalkan dan dicabut. Sebelum MA akhirnya membatalkan 3 regulasi di atas, Komisi IX DPR RI sudah memerintahkan BPJS Kesehatan untuk mencabut regulasi kontroversial itu. Bahkan sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI telah melayangkan surat kepada BPJS Kesehatan yang secara khusus meminta agar regulasi itu tidak diberlakukan.

Baca juga:

Post a Comment for "Akhirnya MA Batalkan 3 Regulasi Kontroversial Direktur BPJS Kesehatan"