Tentang BERAKHLAK, Pengabdian, dan Suara Batin

BERAKHLAK bukan novel tentang jabatan, tapi tentang pengabdian, nurani, dan pilihan-pilihan kecil yang menentukan kepercayaan publik.

Ada buku yang selesai dibaca lalu dilupakan. Ada pula buku yang setelah ditutup justru membuat pembacanya terdiam lebih lama. Novel BERAKHLAK, insya Allah termasuk jenis yang kedua.

Novel di atas tidak hadir untuk menjelaskan apa itu pengabdian, apalagi mengajarkan bagaimana seharusnya seorang Aparatur Sipil Negara bersikap. Novel tersebut hanya bercerita—dengan bahasa yang tenang—tentang keseharian, tentang meja pelayanan, tentang laporan, tentang relasi kerja, dan tentang keputusan-keputusan kecil yang sering luput dari perhatian, tetapi diam-diam membentuk arah hidup.

Yang terasa kuat dari kisah yang disodorkan bukanlah peristiwanya, melainkan keheningan di antara peristiwa. Di sanalah suara batin bekerja. Di sanalah pembaca diajak bertanya, bukan kepada tokoh di dalam cerita, melainkan kepada dirinya sendiri: tentang niat, tentang kejujuran, tentang amanah yang mungkin selama ini dijalani tanpa sempat disadari maknanya.

Nilai-nilai ASN BERAKHLAK tidak ditampilkan sebagai tuntutan atau hafalan. Ia tumbuh perlahan sebagai pengalaman—kadang tidak nyaman, kadang melelahkan, tetapi jujur. Pelayanan tidak selalu digambarkan sebagai keberhasilan. Akuntabilitas tidak selalu membawa pujian. Loyalitas tidak selalu berarti aman. Namun justru di situlah kisah ini terasa dekat dengan realitas, dan lebih dari itu, dekat dengan nurani.

Bagian-bagian Jeda Batin menjadi ruang hening yang memperlambat langkah pembaca. Seolah mengingatkan bahwa bekerja bukan sekadar aktivitas lahiriah, melainkan juga perjalanan batin. Ada niat yang perlu dijaga, ada ego yang perlu diturunkan, dan ada amanah yang kelak kembali dipertanyakan—bukan oleh manusia, tetapi oleh kesadaran yang lebih dalam.

BERAKHLAK bukan bacaan untuk mencari jawaban cepat. Ia lebih menyerupai cermin yang diletakkan dengan hati-hati: tidak memaksa siapa pun bercermin, tetapi jujur memantulkan apa yang ada di hadapannya. Barangkali karena itu, novel ini terasa relevan bagi siapa pun yang bekerja di ruang pengabdian, terutama mereka yang pernah lelah, pernah ragu, namun masih ingin menjaga arah.

Jika setelah membaca buku ini seseorang berhenti sejenak sebelum bekerja, meluruskan niat sebelum melayani, atau memilih jujur meski sunyi, maka barangkali di situlah novel ini menemukan maknanya. Tidak lebih. Tidak kurang. Baarokallahu fiikum. (Jika tertarik, e-book novel di atas bisa diperoleh dengan harga sangat ekonomis melalui tautan ini: E-Book BERAKHLAK, Sebuah Novel Reflektif Tentang Pengabdian ASN)

Post a Comment for "Tentang BERAKHLAK, Pengabdian, dan Suara Batin"