Ketika Anakku Bertanya Tentang Makna Keunggulan Sekolah


Rumah, Sekolah, Masyarakat hakekatnya semua adalah sekolah. Ketiganya sering disebut Trilogi Pendidikan
Banyak istilah yang disandingkan dengan kata ‘sekolah’ selama ini. Kita mengenal istilah sekolah favorit. Kita mengenal istilah sekolah unggulan. Kita mengenal istilah sekolah bonafid. Kita mengenal istilah sekolah berprestasi, dan masih banyak lagi istilah lainnya. Anakku yang saat ini tercatat sebagai pelajar di MAN Insan Cendekia Serpong , Alhamdulillah, suatu ketika mengajak saya berdiskusi tentang istilah-istilah seperti di atas. Berikut adalah rangkuman pendapat saya, sekaligus keyakinan saya seputar pemaknaan terhadap keunggulan sekolah, atau sekolah berprestasi, juga beragam istilah lainnya yang sepadan dengannya.

Dalam pengamatan saya, penilaian publik terhadap prestasi sekolah selama ini, terkesan terutama hanya didasarkan pada pencapaian nilai akademik siswa-siswinya. Meskipun ini tidak sepenuhnya salah, namun berpatokan pada nilai akademik saja sesungguhnya terlalu memperkecil makna dan wilayah pengukuran entitas prestasi anak didik, dan juga prestasi sebuah sekolah.

Sementara itu, patokan pada nilai akademik selama ini, mayoritas, atau terkesan sangat kuat, masih lebih banyak didasarkan pada nilai-nilai kognitif saja. Aspek afektif dan psikomotorik terkesan tidak menjadi wilayah prioritas atensi publik dalam membangun persepsi terhadap prestasi sebuah sekolah, atau prestasi siswa-siswinya. Di situlah kadang saya merasa sedih.

Ketika ada satu sekolah yang telah dikenal publik sebagai salah satu institusi pendidikan yang para lulusannya sering kali memiliki nilai akademik yang tinggi dibanding sekolah-sekolah sederajad lainnya, dan suatu ketika sekolah tersebut tersaingi nilai akademiknya oleh lulusan dari sekolah lainnya, apakah kemudian kita ingin mengatakan bahwa sekolah yang tersaingi nilai akademiknya itu sedang mengalami kemunduran, lalu kemudian kita bersedih atas fakta tersebut?

Tidak. Saya tidak akan pernah bersedih hanya karena nilai akademik yang tersaingi. Saya akan bersedih hanya jika pelajar di sekolah itu sering terlibat dalam tawuran; jika pelajar di sekolah itu semakin beringas; jika pelajar di sekolah itu terjerumus dalam pergaulan bebas; jika pelajar di sekolah itu terjerat narkoba; jika pelajar di sekolah itu semakin banyak yang meninggalkan shalat lima waktu (bagi yang muslim tentu saja). Saya akan bersedih, sesedih-sedihnya, jika para pelajar di sekolah itu giat merobohkan pilar-pilar akhlak yang seharusnya mereka aktif mengokohkannya.

Maka, dalam keyakinan saya, nilai keunggulan sebuah sekolah (formal maupun informal) terletak pada komitmen dan konsistensi sekolah itu dalam membudayakan nilai nilai keutamaan akhlak. Nilai akademik tidak salah jika ikut dipertimbangkan, bahkan diperjuangkan, selama prioritasnya tidak sampai menggeser (apalagi menggusur) kedudukan akhlak diposisi tertinggi. Adakah hubungan semua itu dengan keikhlasan?

Jelas. Belajar, berjuang, berkarya, yang disandarkan sepenuhnya hanya karena Allah saja, bukan karena yang lain, adalah bagian tak terpisahkan dari nilai-nilai keutamaan akhlak, bahkan sekaligus menjadi syarat mutlak keabadian dari semua kebaikan yang diupayakan.... Ini sejatinya yang akan menutup semua pintu kesedihan, atau semua lorong ketakutan. Wallahua’lam. (Baca juga catatan kecil saya usai Shalat Jumat di Masjid Riadhus Sholihin).

Post a Comment for "Ketika Anakku Bertanya Tentang Makna Keunggulan Sekolah"