Ketika Tulisan Saya Seputar Tahun Baru Masehi Ditanggapi


Seorang pengguna Facebook bernama Lina Sokeh yang saat ini sedang berada di Australia, mencoba memberikan komentar terkait tulisan saya yang berjudul Tahun Baru Masehi, Basa Basi Kultural dan Perangkap Akidah. Komentar itu ditulis beberapa saat setelah artikel tersebut di share oleh sahabat saya (صفيا مسطوري ) yang juga saat ini sedang berada di negeri Kanguru itu. Sahabat saya صفيا مسطوري adalah rekan sejawat saya sesama alumni Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta yang sudah menyelesaikan pendidikan lanjutan di Griffith University, Australia, tahun 2010 lalu.
Catatan Lepas. Di luar sangkaan saya memang, artikel-artikel sederhana saya di Blog ini ternyata dibaca pula oleh banyak pengunjung di beberapa negara. Laporan dari Google Analytics yang tersingkronisasi dengan perangkat Google Publisher dan sekaligus terintegrasi dengan seluruh Web/Blog yang saya kelola mengetengahkan data 5-10 negara yang rutin mengunjungi Blog ini dengan trafik yang terus meningkat. Dugaan saya, di 5-10 negara itu, kemungkinan paling besar adalah orang-orang Indonesia yang sedang berada di negara tersebut.
Terkait dengan topik utama tulisan ini, saya tidak paham, mengapa kemudian tautan artikel berikut komentar atas artikel saya di atas tidak bisa saya akses lagi di lokasi dimana tulisan tersebut di share. Alhamdulillah, mengingat semua salinan komentar atau tanggapan yang pernah diberikan melalui akun facebook (maupun akun medsos lainnya) terekam dalam akun e-mail yang saya integrasikan dengan sejumlah layanan medsos/sosmed dimaksud, maka komentar atau tanggapan tersebut tetap dapat saya baca meskipun sumber tautannya telah dihapus oleh siapapun juga.

Agar tercipta kesinambungan gagasan dengan komentar atau tanggapan yang saya respon balik dalam tulisan ini, maka sebaiknya memang terlebih dahulu membaca secara keseluruhan tulisan saya yang ditanggapi tersebut, yang ada di link ini: Tahun Baru Masehi, Basa Basi Kultural dan Perangkap Akidah. Tanpa merubah, menambah atau mengurangi sedikitpun komentar atas tulisan tersebut, berikut saya tampilkan seutuhnya:
dulu saya kira juga begitu, tapi setelah saya pelajari lagi ternyata sistem penanggalan syamsiah sudah ada sebelum kelahiran Isa, hanya penamaan masehi saja setelah lahirnya Isa. Bagi saya tahun masehi hanyalah buatan manusia, pengingat saja akan waktunya bayar pajak, end of financial year, mulai sekolah, libur, dst. Bagi sebagian besar masyarakat dunia tahun baru adalah saatnya festival, perayaan, pesta, serentak. I can't see any religious part especially in Australia.
Boleh dilihat lagi, bahwa dalam tulisan saya berjudul Tahun Baru Masehi, Basa Basi Kultural dan Perangkap Akidah, saya tidak mengatakan bahwa sistem kalender syamsiah dibuat atau diciptakan pada masa kelahian Isa Al-Masih. Yang saya katakan adalah, penetapan nomenklatur Tahun Baru Masehi (atau secara umum Kalender Masehi) dilakukan atas dasar momentum tahun kelahiran Isa Al-Masih. Jika sekarang kita telah berada di Tahun 2016 Masehi, sebagian orang ada yang mengatakan bahwa itu artinya Nabi Isa Al-Masih lahir 2016 tahun yang lalu, meskipun ada sumber lain yang menyebut kelahiran Isa Al-Masih di tahun yang berbeda; ada yang menyebut di Tahun 18 SM (Sebelum Masehi), ada juga yang menyatakan Tahun 7 SM. (Hanya pada Allah saja Pengetahuan yang Maha Pasti)

Dalam konteks korelasi Kalender Masehi dengan unsur-unsur religiusitas tertentu, boleh-boleh saja berpendapat “I can't see any religious part especially in Australia”, karena sesungguhnya ada atau tidak ada religious part itu sangat bergantung pada dimensi dan cara pandang yang kita gunakan. Yang jelas, momentum Tahun Baru Masehi tidak terlepas kaitan historisnya dengan momentum Natal, karena Natal itu sendiri tidak lain adalah istilah yang terpaut langsung dengan momentum kelahiran Isa Al-Masih (Masehi), bukan yang lain. Relevansi religiusitasnya semakin tersingkap, menurut hemat saya, tatkala kita mengingat kembali bahwa istilah Tahun Masehi, dalam bahasa Latin disebut AD (Anno Domini) yang terjemahannya adalah Tahun Tuhan Kita. Terus terang, saya pribadi dan keluarga tidak ingin menjadi bagian dari “Kita” dalam konteks pemaknaan “Tahun Tuhan Kita” itu, karena wilayah spektrum akidah yang berbeda.

Kemudian, bahwa sistem penanggalan syamsiah ada sebelum Isa Al-Masih lahir, sepertinya memang iya, meskipun saya masih terus berusaha mencari referensi-referensi yang lebih detail lagi terkait topik itu. Banyak penanggalan-penanggalan berbasis syamsiah yang ada di dunia ini. Sebutlah saja misalnya Kalender Julius, Kalender Gregorius (atau Kalender Gregorian), Kalender Baha’i, Kalender Koptik, dan lain sebagainya. Penanggalan tahun Masehi yang dipakai saat ini merujuk pada Astrologi Mesopotamia yang dikembangkan oleh astronom-astronom para penyembah dewa-dewa. Tak heran jika kemudian nama-nama bulan pun memakai nama dewa dan tokoh-tokoh pencetus penanggalan kalender Masehi.

Perhatikanlah bahwa bilangan tahun dalam Kalender Masehi murni didasarkan pada momentum kelahiran Isa Al-Masih, sementara eksistensi kalender berbasis syamsiah atau perputaran matahari sangat bolehjadi sudah lebih dahulu ada sebelum kelahiran Isa Al-Masih. Usia Kalender Syamsiah (bukan Kalender Masehi, meski basis perhitungannya adalah syamsiah) bolehjadi adalah seusia (atau nyaris seusia) dengan peradaban manusia itu sendiri.

Akhirnya, agar tidak pernah terjadi miskomunikasi dengan pihak manapun dalam pembahasan mengenai Tahun Baru Masehi dan kaitan historisnya dengan Momentum Natal, maka hampir selalu saya katakan kepada kawan-kawan, terutama kawan-kawan yang nonmuslim, bahwa semua diskursus yang saya kemukakan tentang topik ini semata-mata hanya bagian dari upaya klarifikasi konseptual, sesuai dengan keyakinan saya. Selebihnya, perkara preferensi agama, akidah atau keyakinan yang kita anut, hemat saya sudah sangat bijaksana dengan menyandarkan sepenuhnya pada landasan ini: Lakumdiinukum waliadin, untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku (QS.109: 6). Wallahua’lam.

Post a Comment for "Ketika Tulisan Saya Seputar Tahun Baru Masehi Ditanggapi "