Kota Jeddah, Arab Saudi, memiliki 3 (tiga) julukan yang selama ini sudah populer di banyak kalangan. Ketiga julukan tersebut adalah: Pertama, Jeddah sebagai Kota Sang Pengantin Putri Merah, sebuah julukan yang terkait erat dengan wajah kota yang cantik menawan di pesisir Laut Merah. Kedua, Jeddah sebagai Kota di Tengah-Tengah Pasar, karena memang kawasan ini dalam peta bisnis dunia berada di pusat lalu-lintas kegiatan perdagangan Internasional. Ketiga, Jeddah sebagai Pintu Gerbang dua Tanah Haram (Haramain), sebab Jeddah secara geografis dan historis menjadi pintu masuk ke Kota Mekah dan Kota Madinah.
Dalam konteks ritual haji, Jamaah Haji Indonesia khususnya, melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1980, Kota Jeddah telah dinyatakan sebagai salah satu tempat yang bisa digunakan sebagai Miqot Makani alias titik awal pelaksanaan ihram haji. Tahun 1981, Komisi Fatwa MUI kembali meneguhkan fatwa tersebut di atas dengan menyatakan bahwa Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, dapat digunakan sebagai Miqot Makani Jamaah Haji/Umrah.
Fatwa MUI tentang Jeddah yang bisa menjadi Miqot Makani ihram Haji/Umrah ini memang masih menyisakan perbedaan pendapat di sejumlah kalangan ulama, yang tentu saja berimbas pada perbedaan pendapat di kalangan khalayak jamaah. Namun, mengingat fatwa tersebut berada di wilayah fikih, maka esensi pokok dari fatwa dimaksud adalah kembali kepada keyakinan masing-masing, toh dalam fikih tidak relevan mempertanyakan “mana yang benar di antara pendapat yang ada”, sebab yang relevan dalam fikih adalah pertanyaan “apa yang menjadi dasar dari masing-masing pendapat”. Wallahua'lam. (Baca juga uraian tentang Miqot di tautan ini: Definisi Miqot)
Post a Comment for "Pesona Kota Jeddah dan Fikih Miqot Makani"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.