Mengapa Saudi Melarang Penggunaan Istilah Wisata Religi Untuk Haji dan Umrah?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata wisata memiliki arti bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya); bertamasya. Selain itu, kata wisata dalam KBBI memiliki makna yang sama dengan kata piknik yang diartikan pula dengan bepergian ke suatu tempat di luar kota untuk bersenang-senang dengan membawa bekal makanan dan sebagainya; bertamasya.

Adapun kata religi, masih mengacu pada KBBI, diartikan sebagai kepercayaan kepada Tuhan; kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia; kepercayaan (animisme, dinamisme); agama.

Baca juga: Pemerintah Saudi Resmi Melarang Penggunaan Istilah Wisata Religi Untuk Haji dan Umrah

Untuk istilah wisata religi, sampai sejauh ini belum ada batasan atau definisi baku yang bisa dijadikan acuan. Setiap orang bolehjadi memiliki cara pemaknaan tersendiri tentang istilah tersebut. Ada yang mengartikan wisata religi dengan berwisata ke tempat yang mengandung cerita mistis. Ada pula yang mengartikan wisata religi sebagai perjalanan keagamaan yang ditujukan untuk memenuhi dahaga spiritual, agar jiwa yang kering kembali basah oleh hikmah-hikmah religi. Dan bolehjadi masih banyak lagi arti lainnya dari istilah wisata religi.
Saudi larang penggunaan istilah wisata religi untuk haji dan umrah
Jika batasan-batasan di atas disandingkan dengan substansi haji maupun umrah, tampaknya ada kesenjangan laksana bumi dan langit. Dalam haji maupun umrah, penekanan pokoknya adalah pada substansi wa atimmulhajja wal 'umrata lillah, seperti dalam ayat berikut:

 ÙˆَØ£َتِÙ…ُّواْ الْØ­َجَّ ÙˆَالْعُÙ…ْرَØ©َ Ù„ِÙ„ّÙ‡ِ 

 Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah (QS. Al-Baqarah: 196). 

Apakah wisata religi bisa disempurnakan dengan lillah? Meskipun bisa, tetapi sepertinya riskan, karena kandungan makna dalam istilah wisata religi mencakup hal-hal keagamaan bahkan kepercayaan yang sangat beragam, termasuk yang berbau animisme, dinamisme dan lain sebagainya. Ini sangat bertolak belakang dengan kemurnian makna dalam terminologi haji dan umrah. Di samping itu, nuansa bersenang-senang dalam istilah wisata religi sangat kental, sementara haji dan umrah adalah ibadah khusus yang di dalamnya mengandung napak tilas sejarah ketulusan penghambaan insan-insan pilihan Allah untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengacu pada pemaknaan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa istilah wisata religi sangat rawan dengan sinkretisme, yakni pencampuradukan beberapa paham-paham atau aliran-aliran agama dan kepercayaan, sementara dalam haji dan umrah, menukik pada kemurnian Tauhid. Dengan nuansa perbedaan laksana bumi dan langit ini, maka sangat bisa dimaklumi jika kemudian Pemerintah Saudi resmi melarang penggunaan istilah wisata religi untuk haji dan umrah. Ada pendapat lain? Wallahua'lam.

Post a Comment for "Mengapa Saudi Melarang Penggunaan Istilah Wisata Religi Untuk Haji dan Umrah?"