Saat-Saat Ketika Rumah Sakit Ikut Terzalimi Oleh Oknum Peserta JKN

Saya bukan Pegawai BPJS Kesehatan, tapi takdir tugas pokok dan fungsi saya di Dinas Kesehatan tidak bisa lepas koordinasi dengan badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan itu. Apa yang saya tulis di bawah ini, lebih merupakan rangkuman diskusi saya dengan banyak Peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) terkait dgn kompleksitas pembiayaan kesehatan.


Kurang lebih setahun yang lalu saya mendaftarkan diri saya dan istri ke BPJS Kesehatan, dan setelah kartu kepesertaan aktif, sempat saya gunakan sekali saat dirawat di salah satu rumah sakit. Setelah itu saya tidak melanjutkan membayar premi. Dalam waktu dekat istri saya akan melahirkan. Dokter menyarankan agar melahirkan di rumah sakit,  karena ada kemungkinan istri akan dioperasi sesar. Apakah saya bisa menggunakan Jampersal (Jaminan Persalinan) untuk pembiayaan istri saya nanti?
Sebelum saya jawab,  kalau boleh tahu berapa biaya yang Anda butuhkan untuk daftar BPJS Kesehatan saat itu?

Karena saya memilih Kelas 3 saat itu, dengan besaran premi Rp. 25.500,- perorang, saya membayar Rp. 51.000,- untuk dua orang: saya dan istri.
OK.  Saat Anda dirawat, berapa biaya rumah sakit yang seharusnya Anda bayar waktu itu andai tidak menggunakan JKN atau BPJS Kesehatan? 

Kurang lebih Rp. 5 juta.
Baik. Anda hanya mengeluarkan Rp. 51 ribu,  sementara Anda menerima layanan senilai kurang lebih Rp. 5 juta. Anda merasa beruntung?

Ya,  saya merasa beruntung tentu saja.
Pernah berpikir dari mana uang sebanyak kurang lebih Rp.  5 juta itu, sementara yang Anda setorkan ke BPJS Kesehatan hanya sekali sebesar Rp. 51 ribu?

Pernah sih. Saya berpikir kalau uang sebanyak kurang lebih Rp. 5 juta itu berasal dari peserta yang aktif membayar kewajiban iuran mereka tiap bulan,  sementara sebagian besar diantara mereka pada sehat.
Menurut Anda apa yang akan terjadi,  jika peserta-peserta yang aktif membayar premi itu berpikir seperti Anda dan langsung berhenti membayar kewajiban iuran mereka seperti Anda?

BPJS Kesehatan bakalan rugi.
Sekilas iya,  tapi sebenarnya bukan BPJS Kesehatan yang akan rugi. Tapi, rumah sakitlah yang akan berpotensi rugi,  bahkan rumah sakitlah yang akan terzalimi. Kalau BPJS Kesehatan, peserta membayar premi atau tidak,  gaji Pegawai BPJS Kesehatan akan terus berjalan lancar,  sementara rumah sakit yang dituntut harus terus memberikan pelayanan itu tidak bisa menerima hak mereka karena BPJS Kesehatan tidak  mampu membayar rumah sakit tepat waktu akibat banyak peserta yang tidak aktif membayar premi. Jadi yang Anda katakan beruntung di atas tadi,  karena bisa menerima layanan senilai Rp.  5 juta sementara Anda hanya menyetorkan Rp. 51 ribu,  sejatinya Anda ikut andil menzalimi petugas-petugas rumah sakit beserta seluruh anggota keluarga mereka.

Duh, saya mohon maaf, ternyata implikasinya begitu ya.
Ya iyalah. Coba Anda pikir ulang lagi. Jika Anda lunasi tunggakan premi Anda selama satu tahun,  Anda hanya perlu membayar sebanyak Rp.  612.000,-  Kartu langsung aktif,  dan tanpa harus berpikir Jampersal lagi,  Istri Anda sudah terproteksi pembiayaannya,  termasuk Anda sendiri. Dan,  duit sebanyak Rp.  612.000,- itu belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan nilai manfaat kurang lebih Rp. 5 juta yang pernah Anda peroleh.

Ampun Ya Allah,  mulai hari ini saya bertekad untuk segera membayar semua kewajiban saya, dan rutin membayar iuran setiap bulan. Tapi,  maaf,  ada satu hal yang kadang membuat saya merasa gamang. Dan bukan hanya saya sendiri yang merasa seperti itu. Beberapa orang pernah cerita kepada saya juga hal yang sama
Ooh, gamang? Apa itu?

Ketika peserta rutin membayar premi BPJS Kesehatan, dari bulan ke bulan, sementara peserta tersebut tidak pernah sakit, otomatis Kartu tidak pernah digunakan. Kadang berpikir, wah ini rugi dong, bayar mah terus, tapi BPJS tidak pernah dipakai karena sehat terus.
Lho, kenapa Anda berpikir rugi, bukannya berpikir untuk bersyukur atas dua nikmat itu? Pertama, Anda dikaruniai nikmat kemampuan membayar premi. Kedua, Anda dikarunia nikmat sehat, yang sebenarnya tidak ternilai harganya. Tidakkah Anda meyakini bahwa karunia nikmat sehat itu bolehjadi adalah bagian dari berkah semangat berbagi Anda dengan sesama melalui kepatuhan membayar premi tadi?

Oh iya juga ya. Tapi, kalau suatu saat saya benar-benar tidak mampu lagi membayar karena kondisi saya miskin misalnya, apakah tidak ada kebijakan?
Seluruh penduduk langit dan bumi berharap, Allah SWT senantiasa melapangkan rezeki Anda sekeluarga. Tapi jika pada akhirnya takdir berbicara lain, dan Anda benar-benar diuji dengan kemiskinan, yakinlah bahwa Negara akan hadir, sebab prinsip pokoknya adalah, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Itu amanah Undang Undang Dasar kita. Dalam konteks Jaminan Kesehatan Nasional, salah satu bentuk kehadiran Negara adalah menyediakan skema pembiayaan melalui jalur kepesertaan PBI (Penerima Bantuan Iuran) bagi orang yang benar-benar miskin, bukan orang yang benar-benar pura-pura miskin.

Mengapa bukan Negara sekalian yang membiayai premi JKN untuk seluruh penduduk?
Pertanyaan yang bagus. Tapi coba kita kalkulasi. Penduduk Indonesia saat ini lebih kurang 267 juta jiwa. Jika kita asumsikan seluruh penduduk didaftarkan oleh negara menjadi peserta JKN kategori Kelas 3 misalnya, maka dalam setahun Negara harus menyediakan anggaran premi lebih kurang Rp. 82 triliun. Itu kalau asumsi preminya sebesar Rp. 25.500,- perjiwa sesuai besaran saat ini untuk Kelas 3. Memang PBI (Penerima Bantuan Iuran) hingga detik ini masih mengacu pada premi Rp. 19.000,- perjiwa, tapi tanda-tanda zaman sudah menunjukan signal kuat kalau besaran tersebut akan dinaikkan mendekati nilai ekonomis. Fakta lain yang perlu kita pertimbangkan, bahwa per-April 2019, defisit APBN kita mencapai Rp. 101 triliun. Dengan postur APBN kita yang masih lebih besar digunakan untuk membayar pokok dan bunga utang, maka bisa kita bayangkan jika kemudian premi JKN seluruh penduduk Indonesia ikut dibiayai juga oleh Negara. Lalu, kapan kita bisa berpikir jangan tanya apa yang bisa diberikan oleh Negara kepada kita, tapi tanyakanlah apa yang bisa kita berikan kepada Negara???  Dan tolong, jangan dikira Negara tidak hadir dalam penyelenggaraan JKN saat ini. Dari total peserta JKN sekarang ini sebesar 222.002.996 jiwa, 60% diantaranya dibiayai oleh negara melalui skema pembiayaan PBI, baik PBI APBN (96.713.235 jiwa) maupun PBI APBD (36.701.091 jiwa). Proporsi sebesar 60% tersebut bukan karena angka kemiskinan kita mencapai 60% penduduk, tetapi lebih kepada fakta perluasan cakupan yang melampaui sasaran yang benar-benar miskin sesuai amanah Undang-Undang Dasar kita.

Okelah kalau begitu. Alhamdulillah, terima kasih atas segala penjelasannya.
Sama-sama. Terima kasih juga atas segala pengertiannya. Lengkapi dialog di atas dengan membaca pula tautan ini: Pertanyaan Paling Sering Diajukan Terkait Karawang Sehat

Post a Comment for "Saat-Saat Ketika Rumah Sakit Ikut Terzalimi Oleh Oknum Peserta JKN "