Hal Sepele Tapi Tak Jarang Bikin Kisruh Jemaah Haji di Bandara Madinah

Bus VIP Jemaah Haji Indonesia dari Bandara AMAA Madinah ke Hotel 
Baca juga: Fakta-Fakta Menarik Tentang Bandara Madinah

Tak sampai sebulan lagi, atau tepatnya tanggal 7 Juli 2019, Jemaah Calon Haji Indonesia akan mulai diberangkatkan dari Tanah Air menuju Tanah Suci. Sesuai RPH (Rencana Perjalanan Haji) 2019, tanggal 7 sampai dengan 19 Juli 2019 adalah masa operasional pemberangkatan Jemaah Calon Haji Indonesia Gelombang I, dari Indonesia menuju Madinah Al-Munawwarah, bukan Makkah Al-Mukarramah. Dari Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA), Madinah, saat jemaah akan dimobilisasi menuju pemondokan, seringkali jumlah bus yang digunakan tidak sebanyak jumlah rombongan jemaah calon haji. Seperti diketahui, jemaah dalam satu kloter umumnya dibagi dalam 10 (sepuluh) rombongan yang masing-masing diketuai oleh seorang Karom (Ketua Rombongan). Setiap Rombongan terdiri dari 4 (empat) Regu yang masing-masing diketuai oleh seorang Karu (Ketua Regu). Di Tanah Air, pergerakan jemaah dari kabupaten/kota menuju Asrama Haji, dan selanjutnya dari Asrama Haji menuju Bandara, menggunakan angkutan bus per-rombongan, sehingga selalu ada 10 bus untuk 10 rombongan.


Di Bandara Madinah, berbeda. sangat jarang disediakan 10 bus untuk mengangkut jemaah yang 10 rombongan tadi. Umumnya hanya disediakan 9 bus tiap kloter. Meski hanya 9 bus, tapi kapasitas total 9 bus tersebut sangat cukup untuk mengangkut seluruh jemaah dari 10 rombongan tersebut. Dengan fakta ini, 10 rombongan diangkut dalam 9 bus, maka mau tak mau, suka atau tidak suka, harus ada satu rombongan yang jemaahnya disebar ke beberapa bus yang berbeda. Ini yang seringkali menjadi titik awal kegaduhan jemaah, apalagi jika masing-masing Rombongan selalu ingin mempertahankan keutuhan rombongannya, tidak ingin tersebar ke beberapa bus/rombongan lainnya.
Di sini peran Ketua Kloter (dibantu Karom dan Karu) sangat penting untuk mengondisikan agar jemaah dalam satu kloter tidak kisruh hanya oleh persoalan sepele seperti di atas. Seluruh jemaah perlu diyakinkan bahwa, perjalanan dari Bandara Madinah ke hotel/pondokan di Kota Nabi itu hanya berjarak kurang lebih 14 km. Satu Rombongan manapun yang diminta oleh Ketua Kloter untuk "melebur" atau menyebar ke Rombongan lainnya yang ada di 9 bus itu, harus bisa memaklumi bahwa ini hanya sebuah "perpisahan" sesaat, 15 atau 20 menit saja. Setelah sampai di hotel, formasi rombongan dan atau formasi regu bisa dikembalikan lagi seperti sebelumnya. Dan yang lebih penting lagi, pembagian rombongan (dan juga regu), sebenarnya hanya sekedar sarana administratif dalam manajemen kloter untuk memudahkan ikhtiar membangun keutuhan jemaah dalam satu kloter, dan bukan untuk membangun ego rombongan apalagi ego regu secara rigid atau kaku.


Hal sepele di atas, jika tidak dikomunikasikan dengan baik, seringkali menimbulkan suasana yang cukup mengganggu keyamanan jemaah itu sendiri, bahkan tak jarang berpotensi merusak kemurnian niat untuk beribadah. Pernah ada satu Karom yang becerita kepada saya terkait kasus seperti di atas. Dengan nada sedih, Karom itu menuturkan pengalamannya ketika rombongan yang harus "melebur" atau menyebar itu adalah rombongan yang dipimpinya, maka kontan saja beberapa jemaah dalam rombongannya melontarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada dirinya. Mulai dari "Karom yang tidak bertanggungjawab" karena jemaah tidak dipertahankan ketuhannya dalam satu bus, hingga lontaran kata-kata yang mewakili seluruh isi kebun binatang. Na'udzubillah.

Post a Comment for "Hal Sepele Tapi Tak Jarang Bikin Kisruh Jemaah Haji di Bandara Madinah"