1 Muharram 1447 H: Hijrah Nurani di Tengah Bara Perang dan Krisis Peradaban

Palestina Terluka, Dunia Diam, Tapi Iran Menjawab

Hari ini, 1 Muharram 1447 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juni 2025, umat Islam di seluruh dunia menapaki lembaran baru dalam kalender Hijriah, yakni penanggalan yang bukan sekadar sistem waktu, melainkan jejak spiritual perjuangan Baginda Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat. Dalam momen ini, umat diajak bukan hanya untuk mengucapkan kata selamat, tetapi lebih dari itu untuk bertanya: “Apa yang sudah kita hijrahkan dalam hidup ini?”

Makna Hijrah Lebih dari Sekadar Perpindahan

Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak transformasi besar: dari tekanan menuju kebebasan, dari isolasi menuju pembentukan masyarakat adil dan setara. Momentum itu kemudian dijadikan titik awal kalender Islam karena menggambarkan bahwa perubahan sejati lahir dari keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyaman menuju nilai-nilai luhur.

Kini, kita berada di persimpangan sejarah yang lain. Dunia Islam kembali diuji dengan luka yang menganga di tanah suci ketiga, Palestina. Di tengah jerit anak-anak Gaza yang kehilangan keluarga dan rumah, dunia seolah membisu. Tetapi, suara hijrah memanggil kita untuk tidak berdiam. Muharram menjadi alarm nurani kolektif: sudah sejauh mana kita berbuat untuk keadilan?

Konflik Iran-Israel dan Balik Arah Sejarah

Tahun 1446 H ditutup dengan peristiwa besar: konfrontasi terbuka antara Iran dan Israel. Dalam skenario yang tak terbayangkan sebelumnya, Iran meluncurkan lebih dari 300 rudal dan drone ke wilayah Israel pada 13 Juni 2025 lalu sebagai balasan atas serangan brutal Israel terhadap sejumlah fasilitas diplomatik Iran.

Fakta-fakta pasca serangan menunjukkan bahwa meskipun Israel dibantu sistem pertahanan dari Amerika Serikat dan Inggris, mereka tetap kewalahan. Dunia menyaksikan—untuk pertama kalinya sejak 1948—sebuah negara Muslim berani menghadapi Israel secara frontal dan mengklaim kemenangan moral maupun strategis.

Lebih dari sekadar adu militer, konfrontasi ini menunjukkan kegagalan total narasi dominasi Israel di kawasan. Iran mengirim pesan bahwa poros perlawanan tidak lagi bertumpu pada diplomasi semu, melainkan kesiapan menghadapi penjajahan secara nyata. Tahun baru Islam ini menjadi saksi: sejarah mulai berpihak pada mereka yang bersabar dan bertahan.

Namun kemenangan sejati bukan hanya di medan tempur. Ia juga harus diwujudkan dalam medan peradaban. Saat Iran menunjukkan keberanian geopolitik, umat Islam di belahan dunia lain ditantang untuk berani melakukan hijrah sosial dan moral. Dari ketidakpedulian menuju keterlibatan, dari konsumsi wacana menuju aksi nyata.

Di Indonesia, refleksi ini sangat relevan. Polarisasi politik, pembusukan integritas publik, dan penyusutan ruang-ruang kritis menjadi penyakit yang menggerogoti tubuh bangsa. Hijrah di sini berarti membangkitkan kembali etika kepemimpinan, keberanian bersuara, dan tanggung jawab sebagai penjaga amanah rakyat.

Hijrah juga berarti mengevaluasi sistem ekonomi. Dominasi kapitalisme predator telah melahirkan ketimpangan struktural yang tajam. Kita harus hijrah dari sistem yang hanya menguntungkan segelintir elit menuju ekonomi umat yang berbasis solidaritas dan keadilan sosial.

Krisis iklim terus mengancam. Islam sebagai agama yang menekankan keseimbangan (mīzān) justru memiliki basis etis untuk memimpin gerakan hijrah ekologis global—dari eksploitasi ke konservasi.

Generasi Hijrah: Intelektual dan Digital

Generasi muda perlu melakukan hijrah intelektual. Mereka harus berpindah dari candu media sosial menuju budaya ilmu, dan dari konten pasif ke karya produktif. Dunia digital juga harus menjadi medan hijrah dari ujaran kebencian ke narasi kasih sayang.

Kesehatan publik harus menjadi bagian dari revolusi moral umat. Hijrah dari gaya hidup konsumtif tak sehat menuju pola hidup yang preventif dan promotif harus dijadikan agenda peradaban Islam modern.

Di keluarga, 1 Muharram bisa menjadi awal perbaikan hubungan batin. Sementara di dunia pendidikan, kita perlu hijrah dari pengajaran kognitif semata menuju pendidikan yang membentuk karakter dan akhlak.

Merekonstruksi Makna Jihad

Jihad sejati hari ini adalah melawan korupsi, kemiskinan, kebodohan, dan intoleransi. Ini bagian dari misi hijrah kita di abad ke-21.

Para pemimpin Muslim harus belajar dari Rasulullah SAW yang menjadikan hijrah sebagai awal pembentukan negara yang adil dan inklusif.

Dunia butuh kontribusi umat Islam dalam sains, diplomasi, seni, teknologi, dan perdamaian global. Hijrah adalah panggilan untuk membangun peradaban baru.

1 Muharram, Titik Awal Kesadaran

Benarlah bahwa 1 Muharram adalah bukan hanya hari baru, tapi arah baru. Ia bukan sekadar seremonial tahunan, tapi undangan untuk memperbarui komitmen hidup.

Mari kita sambut 1447 H dengan jiwa yang tercerahkan dan tekad membara. Dari Gaza hingga Teheran, dari Jakarta hingga Mekkah, atau dari Karawang hingga Madinah, suara hijrah harus terus hidup: bahwa umat ini belum mati. Kita sedang bangkit—dengan nurani, ilmu, dan keberanian untuk mengubah dunia. Baarokallahu fiikum.

Post a Comment for "1 Muharram 1447 H: Hijrah Nurani di Tengah Bara Perang dan Krisis Peradaban"