Hotel Bobobox, Awalnya Kukira Hanya Sebuah Box Sederhana Untuk Bobo, Ternyata Mencengangkan

Hotel Bobobox

Bobobox, hotel kapsul yang secara tidak sengaja saya mengenalnya melalui proses yang unik.

Hari Ahad 6 Maret 2022, sekitar pukul 10:00 WIB saya bersama istri berangkat dari Karawang menuju Bandara Soekarno Hatta (Soeta) Jakarta, dalam rangka mengantar keluarga MPA Daycare yang akan berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah umrah. Karawang-Bandara Soeta kami tempuh dalam waktu 1,5 jam. Saya nyetir sendiri.

Tidak langsung masuk terminal Bandara, karena jemaah harus transit di salah satu hotel yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak travel umrah. Hotelnya masih di kawasan Bandara Soeta. Zest Hotel namanya. Masih satu group dengan Hotel Swiss Bel.

Mengingat dari awal kami sudah berniat untuk mendampingi hingga take off Senin 7 Maret 2022, maka kami putuskan untuk ikut menginap, dan berharap bisa menginap di hotel yang sama agar tidak berjauhan dengan keluarga yang kami dampingi. Tapi, ...

"Mohon maaf pak full booking. Seluruh kamar sudah dipesan oleh travel umrah untuk semua jemaah mereka", kata petugas hotel yang saya tanya.

"Ooh, ada hotel lain yang posisinya paling dekat dengan hotel ini pak?", tanya saya.

"Ada pak, di Bobobox"

"Dimana itu pak ?"

"Itu pak di basement", jawab petugas sambil menunjuk ke arah basement, lebih kurang 20 meter dari lokasi kami berdiri.

"Baik, terima kasih infonya pak, sebentar lagi saya akan cek"

Dalam hati saya berpikir, ada hotel namanya Bobobox, posisinya di basement, akankah ini hanya berupa sebuah box sederhana untuk bobo?

Saya coba infokan ke istri, sekaligus minta pendapat tentang hotel ini. Istri bilang, "pokoknya saya ikut ayah, di manapun"

Okelah kalau begitu. Saya coba buka aplikasi Traveloka, pengen ngecek aja ada ga nama hotel Bobobox. Ternyata ada. Dan Alhamdulillah masih ada kamar kosong, dengan bed ukurang King untuk 2 orang. Tapi, lihat harganya: Rp. 160.000,-/malam, makin menguatkan ekspektasi awal saya.

Kembali berpikir sejenak lagi, nama hotelnya Bobobox, ada di basement, tarif nginap permalam untuk ukuran kamar yang paling besar saja, di bawah 200 ribu. Wah, jangan-jangan, benar nih asumsi awal.

"Gimana nih menurut umi?", tanya saya ke istri.

"Ayah langsung booking aja ya, langsung bayar, khawatir keduluan orang. Jika toh ternyata kondisi hotelnya tidak memungkinkan kita nginap, anggap aja sedekah, kita cari hotel lain"

Langsung booking, langsung bayar. Lebih kurang setengah jam kemudian, saya dan istri berjalan menuju Bobobox untuk check in, jam 14:00 WIB.

"Permisi mas mau check in. Saya pesan via Traveloka"

"Atas nama siapa pak?"

"La Ode Ahmad"

"Bapak sudah punya aplikasi Bobobox?"

"Belum mas, baru hari ini juga saya mendengar ada nama Bobobox"

"Baik, mohon izin pak, aplikasi Bobobox diinstal dulu di smartphone bapak. Aplikasinya tersedia di Playstore"

"Apakah boleh saya memilih untuk tidak instal aplikasinya mas?"

"Mohon maaf pak, tanpa aplikasi, proses check in tidak bisa dilakukan, dan QR Code sebagai kunci digital kamar tidak bisa keluar, sebab semua diproses by aplikasi pak"

Baik. Semua instruksi petugas saya ikuti. Mulai dari instal aplikasi Bobobox, hingga proses check in by aplikasi sampai tuntas: nomor kamar keluar sekaligus kunci digitalnya berupa QR Code melekat di aplikasi tersebut.

Tibalah saatnya untuk kami berjalan menuju kamar. Tapi, belum juga melangkah ...

"Mohon maaf pak, ada yang perlu kami jelaskan yang mungkin tidak dijumpai di hotel lain", kata petugas.

"Oya monggo silahkan mas"

"Di ruang ini (resepsionis) setiap tamu disediakan satu loker berikut kuncinya untuk menyimpan sepatu atau sendal yang dipakai dari luar, dan menggantinya dengan sendal khusus yang disediakan hotel tiap kali akan masuk ke kamar masing-masing"

Sesuai aturan, saya dan istri melepas sepatu/sendal yang kami pakai, memasukannya ke dalam loker, dan memakai sendal khusus yang sudah disiapkan. Loker kami kunci.

Berjalanlah kami menuju kamar. Di pintu kamar ada alat pembaca QR Code. Saya dekatkan QR Code Bobobox di Smartphone saya ke alat tersebut, dan seketika pintu kamar terbuka otomatis.

Mulai goyah asumsi-asumsi awal saya tentang hotel ini saat memasuki kamar. Kamarnya benar-benar bersih. AC-nya sentral tapi tetap bisa di-customize suhunya oleh tamu sesuai selera. Kasurnya luas dan nyaman.

Jendela Kamar Bobobox dengan panel elektronik di sampingnya.

Dekat jendela kamar, ada panel elektronik yang berfungsi untuk pengaturan secara digital beberapa komponen, mulai dari setingan warna lampu kamar dan tingkat kecerahannya, pilihan pengaturan suara pengiring istirahat (bisa memilih suara gemericik air yang mengalir dari gunung, bisa memilih suara alam khas tengah hutan), serta tombol untuk membuka dan menutup pintu kamar.

Kamar Bobobox dengan cahaya lampu berwarna biru (tersedia 9 pulihan warna yang semua dikendalikan dari panel elektronik).

Secara keseluruhan hotel Bobobox benar-benar eksotik. Realitas faktualnya melampaui ekspektasi saya di awal. Tidak berlebihan kalau saya katakan, hotel ini benar-benar mencengangkan: low budget, high performance.

Akhirnya, satu kata dari saya, recommended, khususnya untuk generasi milenial dengan mobilitas travelling tinggi, yang membutuhkan tempat istirahat yang nyaman dan mengesankan, ekonomis, tanpa mengorbankan fungsionalitas.

Post a Comment for "Hotel Bobobox, Awalnya Kukira Hanya Sebuah Box Sederhana Untuk Bobo, Ternyata Mencengangkan"