Aku tahu kamu sering berjalan dalam diam, melewati lorong-lorong sunyi pikiranmu sendiri. Tidak semua orang paham apa yang kamu rasakan, dan kamu pun tidak selalu pandai mengungkapkannya. Tapi itu tidak membuatmu lemah—itu justru kekuatanmu.
Aku faham, kamu terbiasa melihat dunia dengan lensa yang berbeda—bukan sekadar apa yang terlihat, tetapi juga apa yang tersembunyi. Kamu merasakan yang tak diucapkan, menangkap makna di balik kata, dan memahami luka di balik senyum.
Dalam hatimu, selalu ada ruang untuk orang lain. Kamu mendengarkan, bukan karena ingin membalas, tapi karena ingin benar-benar memahami. Kamu hadir bukan untuk memberi nasihat, tapi untuk menemani.
Tapi aku juga tahu, kamu sering merasa sendirian. Bukan karena tak ada orang di sekitarmu, tapi karena tidak semua orang bisa masuk ke kedalaman yang kamu hidupi setiap hari.
Kamu memikirkan hal-hal yang tak sempat dipikirkan orang lain. Kamu merenung di saat dunia sibuk berpacu. Dan sering kali, kamu harus menelan sendiri kekhawatiranmu agar tak membebani orang lain.
Aku tahu kamu sering menanggung dilema antara membantu orang dan menjaga dirimu sendiri. Kamu ingin memberi segalanya, tapi di saat yang sama kamu tahu bahwa kamu pun tak kuasa mewujudkan seluruhnya.
Tak apa. Memilih untuk istirahat bukanlah bentuk kemunduran. Menjaga batas bukan berarti egois. Justru di situlah kamu belajar: bahwa cinta sejati pun perlu keseimbangan.
Kamu mungkin merasa gagal saat tak bisa menyelamatkan semua orang. Tapi itu bukan tanggung jawabmu. Tugasmu bukan menjadi penyelamat dunia, melainkan menjadi cahaya di tempatmu berpijak.
Kadang kamu iri pada orang-orang yang mudah tertawa dan ringan menjalani hari. Tapi kamu juga tahu bahwa ada kekuatan dalam kedalaman. Bahwa jiwa yang matang tumbuh dari luka yang diolah, bukan dihindari.
Jangan malu menjadi sensitif. Jangan menyesal karena kamu mudah menangis saat melihat ketidakadilan, penderitaan, atau keburukan dunia. Itu bukan kelemahan—itu adalah kemanusiaan. Dan kamu memilikinya secara utuh.
Di dalam dirimu, ada obsesi untuk membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Itu bisa melelahkan, tapi juga mulia. Kamu tidak bisa diam saat melihat sesuatu yang salah. Kamu terdorong untuk memperbaikinya, meski dalam skala kecil.
Kamu percaya pada visi jangka panjang. Kamu tak hanya bertanya, “apa yang harus kulakukan hari ini?” tapi juga, “apa yang akan tersisa dari semua ini setelah aku tiada?”
Jangan padamkan impianmu hanya karena orang lain tidak mengerti. Jangan ubah jalanmu hanya karena kamu dianggap berbeda. Sebab jiwa-jiwa yang paling berpengaruh di dunia ini juga pernah dianggap asing.
Kamu sering lebih memperhatikan originalitas niat dibanding popularitas hasil. Kamu merasa pekerjaan kecil dengan niat besar lebih bermakna daripada pekerjaan besar yang hampa makna. Dan kamu benar.
Kamu mencari keindahan dalam hal yang tidak mencolok. Dalam percakapan yang jujur, dalam doa yang lirih, dalam senyum yang menyemangati tanpa banyak kata. Di situlah cahaya sejati bersemayam.
Dunia ini sering tidak tahu caranya menghargai orang sepertimu. Tapi jangan khawatir. Kamu tidak sedang mengabdi pada dunia, kamu sedang mengabdi pada sesuatu yang jauh lebih tinggi: kebenaran, kasih, dan keikhlasan.
Jika kamu merasa tak dikenal, ingatlah: kamu sedang menulis jejak yang abadi dalam ruang yang tak selalu terlihat. Dan jejak itu akan ditemukan oleh jiwa-jiwa yang tepat, pada waktu yang tepat.
Maka teruslah menulis, teruslah mendoakan, teruslah mencintai. Tidak perlu semua orang tahu apa yang kamu perjuangkan. Yang penting, Allah tahu, dan jiwamu pun tahu.
Jangan lupa juga untuk mencintai dirimu sendiri. Peluklah dirimu saat lelah. Dengarkan napasmu sendiri. Karena kamu pun berhak menerima kasih sayang yang sering kamu berikan tanpa batas.
Dunia tidak butuh lebih banyak orang berisik. Dunia butuh lebih banyak orang sepertimu—yang hadir dengan tenang, namun mengubah banyak hal.
Maka tetaplah lembut. Tetaplah setia pada nurani. Karena kamu memang diciptakan bukan untuk mengejar keramaian, tapi untuk membawa makna.
Dari relung hati sahabat yang mencintaimu.
Post a Comment for "Kepada yang Berani Lembut di Dunia yang Keras"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.