Menyelamatkan Amal



Jika ada orang yang memuji kita, entah karena kecantikan, kepandaian, kekayaan atau karena kelebihan-kelebihan lainnya, maka tugas kita adalah meneruskan pujian itu kepada pemiliknya, sebab sampai kapanpun, "Alhamdu" (pujian) itu selalu "Lillah" (milik Allah). Alhamdulillah. Gagal meneruskan pujian kepada pemiliknya adalah awal tumbuhnya keangkuhan, bahkan kemusyrikan, karena terjerumus menjadi hamba pujian, bukan hamba Allah.

Islam menempatkan obsesi seseorang kepada pujian dan sanjungan sebagai syirik kecil yang harus dibersihkan. Sebuah riwayat tentang puncak keikhlasan dan kebersihan diri dari kotoran-kotoran jiwa tercantum dengan indah dalam salah satu Sabda Rasulullah SAW berikut ini:

Seorang lelaki datang dan berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasul Allah, sesungguhnya aku suka berjihad di jalan Allah, dan aku senang bila orang lain melihat perbuatanku”. Rasulullah SAW terdiam dan tidak menjawab, hingga turunlah Firman Allah SWT:

Barangsiapa berharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya (QS. Al-Kahfi: 110)

Itulah esensi kemurnian ibadah yang diperintahkan Allah dalam Al-Quran:

“Tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” {QS. Al-Bayyinah : 5)

Post a Comment for "Menyelamatkan Amal"