BPJS Kesehatan Terindikasi Melanggar Undang Undang Dasar

Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan telah ditetapkan pada tanggal 17 September 2018 dan mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 18 Septemner 2018. Dalam Pasal 102 Perpres tesebut disebutkan sebuah ketentuan sebagai berikut:  

Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan jaminan kesehatan daerah wajib mengintegrasikannya ke dalam program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

Klausul di atas sekaligus menjadi penegas paling penting bahwa BPJS Kesehatan adalah satu-satunya penyelenggara jaminan kesehatan dalam konstelasi Jaminan Kesehatan Nasional. Sebelum Perpres 82/2018 ini lahir, sejumlah Pemerintah Propinsi, Kabupaten atau Kota menyelenggarakan jaminan kesehatan sesuai kondisi atau karakteristik masing-masing wilayah. Kabupaten Karawang misalnya, menyelenggarakan jaminan kesehatan daerah bernama Karawang Sehat, dengan pola pembiayaan berbasis klaim pelayanan dari fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang bekerja sama. Dengan penegasan klausul di Pasal 102 di atas, maka dengan sendirinya anggaran pembiayaan yang semula berbasis klaim wajib ditransformasikan menjadi berbasis premi yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yang kemudian nomenklatur kepesertaannya dikenal dengan istilah Penerima Bantuan Iuran (PBI) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Baca juga:
Akhirnya MA Batalkan 3 Regulasi Kontroversial Direktur BPJS Kesehatan

Selama jaminan kesehatan daerah masih berlaku, sebelum Perpres 82/2018 keluar, orang miskin yang tidak masuk dalam kepesertaan PBI APBN dan mereka sakit  atau membutuhkan pelayanan kesehatan di fasyankes, pembiayaannya ditanggulangi sepenuhnya oleh pemerintah daerah melalui jaminan kesehatan daerah. Setelah Perpres 82/2018 berlaku, khususnya dengan penekanan pada Pasal 102 sebagaimana disebutkan di atas, maka seharusnya sudah menjadi konsekuensi logis BPJS Kesehatan menjadi satu-satunya penjamin tunggal bagi warga miskin yang sakit dan belum menjadi peserta PBI APBN melalui proses pendaftaran kepesertaan secara khusus yang langsung aktif tanpa harus melewati masa menunggu aktivasi 14-28 hari. Sekali lagi, kebijakan khusus tersebut diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan tetapi belum masuk dalam basis data kepesertaan PBI APBN. Ironisnya, BPJS Kesehatan, khususnya Cabang Karawang, Jawa Barat,  berkeras hati untuk tidak mengakomodir kebutuhan urgen seperti di atas dengan alasan klise bahwa tidak ada akses untuk itu dari sistem yang ada saat ini.
loading...
Dalam beberapa kesempatan negosiasi yang alot saya tegaskan bahwa sebuah sistem di buat untuk mengakomodir kepentingan kemaslahatan kemanusiaan yang lebih besar. Ketika sistem itu ternyata tidak mampu mengakomodir kepentingan kemaslahatan kemanusiaan yang lebih besar dan malah menghambatnya, maka wajib hukumnya sistem itu dirubah atau kalau perlu dibuang, dan digantikan dengan sistem lain yang memiliki relevansi kemanusian. BPJS Kesehatan beberapa kali menegaskan bahwa mereka hanya menerima pendaftaran warga miskin secara sistem, bukan kasuistik, dan itu harus dilakukan sebelum calon peserta sakit.


Ada benarnya BPJS Kesehatan, tetapi tidak berarti harus menutup mata terhadap realitas kasuistik di masyarakat. Jika BPJS Kesehatan memiliki sensitivitas nurani terhadap problematika real di masyarakat, maka pendaftaran masyarakat miskin secara kasuistik harus tetap dilayani sambil fokus melakukan akselerasi pendaftaran masyarakat miskin secara sistem melalui koordinasi dan kolaborasi dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, antara lain Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, maupun Dinas Kesehatan. Jika BPJS Kesehatan, khususnya Cabang Karawang, tidak merubah pendiriannya saat ini yang tidak mau melayani pendaftaran mayarakat miskin secara kasuistik, maka itu artinya BPJS Kesehatan terindikasi melanggar Undang Undang Dasar, dan sekaligus melanggar substansi ketentuan Perpres 82/2018 Pasal 102 yang telah menegaskan kedudukan BPJS Kesehatan sebagai satu-satunya penjamin tunggal, sementara posisi Pemerintah Daerah sebagai penyedia anggaran yang memadai untuk pembayaran premi bagi masyarakat miskin yang didaftarkan melalui skenario PBI APBD. 

Dalam Pasal 34 Ayat 1 Undang Undang Dasar Negara kita tercinta ini, secara afirmatif memuat ketentuan tegas berikut:
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
BPJS Kesehatan harus cepat sadar, bahwa kehadiran mereka (BPJS Kesehatan) adalah bagian dari representasi kehadiran Negara di hadapan Rakyatnya. Bicara rakyat yang miskin, seribu satu jalan kemudahan harus kita bentangkan, bukannya malah ditutup rapat dan hanya membuka satu jalan sempit yang menyulitkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka. BPJS Kesehatan, SADARLAH !!!

Jajak Pendapat

Post a Comment for "BPJS Kesehatan Terindikasi Melanggar Undang Undang Dasar"