2 Hal Krusial Ini Jangan Sampai Menjadi New Normal

Menyiapkan diri menghadapi New Normal

Tampaknya tak ada seorangpun yang bisa membantah kebenaran pernyataan ini, bahwa pandemi Covid-19 benar-benar merubah segalanya, atau paling tidak nyaris segalanya. Dan kini orang sudah mulai bicara tentang parameter-parameter baru yang dianggap memenuhi kriteria normal anyar alias New Normal

Silahkan saja, monggo, jika itu mencerminkan normalitas baru yang menyentuh dimensi-dimensi kesadaran baru yang lebih baik, untuk kehidupan yang lebih baik atau bermakna, mengapa tidak? Tapi, jangan sampai New Normal merubah ranah pijakan hidup yang pada awalnya bersifat fundamental, lalu berubah menjadi sekedar aksesoris hidup yang dianggap tidak begitu penting.

Paling tidak, ada 2 hal yang jangan sampai menjadi parameter New Normal. Pertama, jangan sampai masjid-masjid tetap ditutup, lalu shalat cukup di rumah saja, sementara pusat-pusat perbelanjaan diperbolehkan buka; konser-konser musik digelar, dan lain sebagainya yang sejenis dengan itu. Shalat di rumah saja, terutama bagi kaum Adam, cukup dimasa-masa darurat tanggap bencana pandemik saja, jangan sampai anjuran selama masa darurat itu terbawa-bawa hingga masa-masa lainnya di luar masa tidak darurat lagi. Ujung-ujungnya, berangsur-angsur menjadi longgar semua yang pada akhirnya tidak tertutup kemungkinan ditinggalkan. Teringat selalu dengan ungkapan bijak ini, bahwa pada awalnya diri kita membentuk kebiasaan, dan pada akhirnya kebiasaan itu membentuk diri kita. Dalam konteks sholat, pada awalnya kita berjamaah di masjid, pada akhirnya cukup di rumah saja, dan tak tertutup kemungkinan lagi pada akhirnya ditinggalkan. Na'udzubillahi mindzalik.


Kedua, jangan sampai pola hidup sederhana yang menjadi salah satu hikmah di balik Corona ini berubah lagi menjadi style konsumtif yang mubazir, karena implikasi dari style konsumtif adalah kegemaran berutang dan berutang yang celakanya banyak perangkap riba di dalamnya. Mungkin kita belum bisa sekaligus bersih dari riba, tapi mbok ya jangan kita tambah-tambah lagi gitu lho. Hal substansial ini berlaku pada seluruh level kehidupan, termasuk dalam tataran bernegara. Dalam sebuah ungkapan analogis dikatakan, riba itu ibarat seseorang memberi kita payung di saat langit mendung, tapi mengambil kembali payung itu di saat hujan turun. Mungkin masih banyak hal yang bisa kita tambahkan selain 2 hal di atas, yang pada prinsipnya, New Normal haruslah benar-benar mencerminkan cakrawala kesadaran baru yang lebih baik (atau lebih normal) dari masa-masa sebelumnya. Jika tidak, New Normal bisa-bisa menjadi perangkap halus masuk dalam abnormalitas baru yang kita tidak sadari. Wallahua'lam.

Post a Comment for "2 Hal Krusial Ini Jangan Sampai Menjadi New Normal"